Menyelamatkan JETP sebagai Bagian dari Ketahanan Energi Indonesia

Foto: Freepik

Pemerintah Indonesia dan International Partners Group (IPG) perlu menyelamatkan dan melanjutkan Program Just Energy Transition Partnership (JETP) di Indonesia setelah Presiden Trump menandatangani keputusan Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Iklim Paris, 20 Januari 2025. 

 

Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting menyatakan ”Pemerintah Indonesia perlu menyelamatkan JETP karena merupakan bagian dari ketahanan energi. Penundaan atau perlambatan transisi energi akan memperparah dampak perubahan iklim serta mengganggu ketahanan energi. Pada musim kemarau, kapasitas PLTA turun dan sungai-sungai dangkal bahkan mengandaskan kapal-kapal angkutan batubara di Sungai Barito, Sungai Musi, dan Sungai Mahakam. Logistik bahan bakar fosil batubara makin terganggu karena dampak perubahan iklim, memicu kerentanan dan krisis energi. Sehingga penting melanjutkan transisi ini termasuk menyelamatkan kerjasama JETP (Just Energy Transition). 

 

Berdasarkan catatan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), setidaknya ada sepuluh program Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) yang sedang JETP Indonesia lakukan. Program-program tersebut yakni penambahan area fokus investasi, menyelaraskan objektivitas program dengan implementasi pendanaan, kajian di bidang efisiensi energi dan ketenagalistrikan, kajian pada pembangkit listrik terintegrasi (captive power) yang berbahan bakar fosil untuk beralih ke pembangkit berenergi rendah karbon, kajian transisi energi dengan konsep berkeadilan, studi kasus memensiunkan pembangkit listrik batubara Cirebon-1. 

 

JETP pun memiliki ketentuan-ketentuan ketat untuk mengimplementasikan program transisi energi yang berkeadilan. Maka dari itu, pembatalan program JETP oleh Indonesia akan menghilangkan mekanisme partnership, kerangka just transition, dan kelompok kerja yang telah menghasilkan landasan serta standar dalam pelaksanaan transisi energi yang berkeadilan dan sistematis.

 

AEER menyerukan agar pemerintah Indonesia dapat mendorong gerakan negara-negara selatan penerima pendanaan JETP untuk sama-sama mendesak International Partners Group (IPG) dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) untuk mempercepat implementasi pendanaan proyek-proyek JETP.

 

Di samping itu, reformasi kebijakan di bidang transisi energi yang adil harus diperjelas untuk meningkatkan akuntabilitas Indonesia dalam pendanaan dan implementasi JETP. Dokumen yang akan datang seperti Second Nationally Determined Contribution (SNDC) sebagai dokumen komitmen iklim Indonesia perlu memasukkan rencana pemensiunan PLTU Batubara dalam tindakan mitigasi sebagai salah satu upaya pengurangan emisi nasional, puncak emisi pada tahun 2030. Selain SNDC, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) sebagai landasan hukum untuk akselerasi pengembangan energi bersih juga harus diselaraskan dengan SNDC

 

Pius Ginting menambahkan, JETP seharusnya masih dapat berlangsung karena dari total komposisi pendanaan IPG sebesar $11,6 miliar (Rp170 Triliun), porsi Amerika Serikat hanya $2,066 miliar atau sekitar 18%. Masih terdapat 82% dari total pendanaan, yaitu $9,6 miliar yang berasal dari dukungan negara lainnya seperti Jerman, Jepang, dan Uni Eropa.

 

Share this article :

Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat berjuang memperluas ruang demokrasi dalam pengelolaan SDA berkelanjutan & membangun kesadaran ekologi politik rakyat.

Ikuti kami di sosial media!

Informasi & Kontak

Copyright 2025 © All Right Reserved Design by Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat