
Cali, Kolombia – 31 Oktober 2024
Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) bersama dengan Forest Watch Indonesia, SIRGE Coalition dan Rainforest Foundation Norwegia menggelar pemaparan publik dalam COP 16 UNCBD di Cali, Kolombia. Dalam pemaparan publik tersebut dijelaskan dampak transisi energi yang memanfaatkan kritis mineral terhadap keanekaragaman hayati serta hak masyarakat adat.
Terdapat lima poin penting yang dipaparkan dalam agenda tersebut. Pertama, permintaan pasar terhadap mineral kritis akan meningkat imbas program transisi energi menuju energi hijau yang tengah dijalankan secara global. Namun permintaan pasar ini berdampak terhadap deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati dan masyarakat adat di sejumlah negara termasuk Indonesia.
Kedua, program transisi energi ini seharusnya tidak mengorbankan lingkungan dan masyarakat. Pertambangan yang bertanggung jawab harus memastikan perlindungan keanekaragaman hayati dan menghormati masyarakat adat dan komunitas lokal melalui mekanisme persetujuan di awal tanpa paksaan yang tepat sasaran.
Ketiga, Forest Watch Indonesia telah menginvestigasi dampak operasi pertambangan nikel terhadap lingkungan di Maluku dan Papua Barat, Indonesia. Sementara AEER, meneliti dampak sosial atau masyarakat akibat operasional tambang nikel yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik untuk industri pengolahan nikel. Hasil penelitian kedua organisasi ini melihat adanya dampak negatif dari aktivitas penambangan tersebut.
Keempat, Koalisi SIRGE mengeluarkan sikap dan laporan mengenai transisi energi dan dampaknya terhadap masyarakat adat. Dalam laporan ini, masyarakat adat menjadi pihak yang paling terdampak dalam aktivitas pertambangan mineral kritis.
Kelima, Rainforest Foundation Norwegia meminta rantai pasokan mineral kritis dijalankan dengan prinsip yang bertanggung jawab dan menjamin batas waktu penurunan deforestasi serta menghormati masyarakat adat dan komunitas lokal melalui mekanisme persetujuan di awal tanpa paksaan yang tepat sasaran.
-Inesa Pane