Jakarta, 1 November 2024 Koalisi Anti SLAPP (Strategic Lawsuits Against Public Participation) yang terdiri dari Walhi, Jatam, KPA, Walhi Sulteng, YTM, AEER, Green Peace, Trend Asia, Jatam Sulteng, dan Serikat Pelajar NTT menggelar aksi damai dan orang di depan kantor PT Baoshuo Taman Industri Invesment Group (BTIIG) Jakarta. Dalam aksi tersebut Koalisi Anti SLAPP menuntut:
1. Hentikan kriminalisasi dan pelanggaran HAM terhadap warga di lingkar industri nikel.
2. Hentikan kriminalisasi pejuang agraria di Desa Topogaro dan Ambunu.
3. Batalkan MoU Pemda Morowali dan PT BTIIG terkait penggunaan jalan desa.
4. Stop penggunaan jalan kantong produksi sebagai jalan holing PT BTIIG di Desa Topogaro dan Ambunu.
5. Stop PLTU Captive yang menyebabkan polusi udara.
PT Baoshuo Taman Industri Invesment Group (BTIIG), adalah perusahaan pengolahan nikel yang hadir di Kec Bungku Barat Kab Morowali Sulawesi Tengah. Membangun kawasan industri dengan nama Huabao Industrial Park, luas kawasan 20.000 Ha terletak di 6 desa, yaitu Desa Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Umpanga, Larebonu dan Wosu. Saat ini pembangunan tahap satu dilakukan di Desa Topogaro, Tondo, dan Ambunu. Terdapat PLTU Captive berkapasitas 350 MW, flyover, stockpile ore (penyetokan bijih mineral), smelter dan fasilitas lainnya.
Proses pembangunan kawasan industri diwarnai dengan perampasan tanah masyarakat dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Salah gusur, mematikan produksi lahan, merubah jalur sungai, menimbun irigasi, reklamasi ilegal, perusakan mangrove dan pengambilalihan aset jalan desa secara sepihak adalah cara yang dipakai.
Dengan praktik tersebut, konflik antara perusahaan dan masyarakat menjadi tidak terhindarkan. Aksi protes meningkat sejak tahun 2022, ketika lahan berisi tanaman seluas 14 Ha milik petani di Desa Ambunu digusur pada malam hari. Sampai saat ini protes terus dilakukan dan puncaknya terjadi pada bulan Juni hingga Juli 2024, ketika PT BTIIG mengklaim sepihak jalan desa di Desa Topogaro dan Ambunu untuk digunakan sebagai jalan hauling. Bentuk protes dilakukan oleh masyarakat dengan memblokade jalan di dua desa tersebut.
Jalan yang diklaim merupakan akses utama ke kebun dan jauh sebelum hadir perusahaan, sudah digunakan oleh masyarakat dan masih berbentuk jalan tanah. Saat ini aktivitas kendaraan alat berat, abu jalan, dan bangunan penampung ore nikel di badan jalan sangat mengganggu masyarakat.
Buntut dari aksi protes yang dilakukan, 5 orang warga Desa Topogaro atas nama Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, Safaat dan Sadam dilaporkan ke Polda Sulteng atas tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 tahun 2020 Pasal 162 tentang pertambangan dan minerba. Kemudian 5 orang warga Desa Ambunu Abd Ramadhan A, Hasrun, Moh Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms dan Rifiana Ms. dilaporkan berdasarkan peraturan Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 pasal 63 ayat 1 (junto) Pasal 12 ayat 2 tentang jalan.
Tidak hanya sebatas melaporkan tindak pidana, akan tetapi perusahaan kembali menggungat perdata 5 orang warga Desa Topogaro Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, Safaat dan Sadam dengan tuntutan 14 miliar atas kerugian materil dan immateril selama proses aksi blokade.
Tindakan perusahaan tersebut merupakan upaya untuk membungkam protes masyarakat yang berjuang mempertahankan hak atas kehidupannya dengan strategi SLAPP. Tindakan tersebut juga sebagai jalan untuk memuluskan ambisi pembangunan kawasan industri nikel yang berlabel Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Hilirisasi. Diperkirakan, ke depannya angka kriminalisasi akan meningkat seiring dengan pembangunan kawasan yang terus dilakukan oleh perusahaan.
Proyek – proyek nikel yang tumbuh subur sejak tahun 2014 hingga saat ini di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, mulai memberikan dampak serius bagi kehidupan masyarakat. Polusi udara, kecelakaan kerja, perampasan tanah dan kesenjangan sosial. Per 2023 – 2024 gelombang protes warga juga mulai meningkat di beberapa kawasan industri nikel seperti di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Stardust Estate Invesment (SEI). Akan tetapi protes tersebut juga disambut dengan tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan. Seperti yang terjadi di PT IMIP, 7 orang memprotes polusi udara akibat aktivitas PLTU dipanggil polisi atas tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 tahun 2020 Pasal 162 tentang pertambangan dan minerba.
– Inesa P.
Narahubung
Siti Zulaika, Perkumpulan AEER 082296127311
Yusman, Walhi Sulteng 085343806525
Fani Trijambore, Walhi Nasional 083857642883
Moh. Taufik, Jatam Sulteng 082292095416
Copyright 2024 © All Right Reserved Design by Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat