Sulawesi menjadi pusat industri nikel global dengan menyimpan lebih dari 61% cadangan nikel nasional (sekitar 3,1 miliar WMT). Kawasan industri besar di Sulawesi kini menjadi simpul penting rantai pasok global untuk baja nirkarat dan baterai kendaraan listrik.
Perkembangan industri ini tidak sejalan dengan agenda dekarbonisasi dan risiko habisnya sumber daya nikel dalam 15 tahun. Hampir semua smelter bergantung pada PLTU captive batubara berkapasitas ±8,7 GW yang pada tahun 2024 menghasilkan 68 juta ton CO₂, atau 12,3% dari total emisi nasional. Industri nikel Sulawesi telah menjadi episentrum emisi karbon di Indonesia. Risiko serius lainnya adalah cadangan nikel bisa habis sebelum 2045.
Di sisi lain, Sulawesi memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, mencapai ±250 GWp. Potensi terbesar adalah energi surya yang mencapai 230 GW surya. Maka dari itu, rekomendasi ini memberikan skenario pembangunan PLTS untuk mentransformasikan sistem energi Sulawesi menuju grid hijau.
Jika seluruh smelter terhubung on-grid ke PLN dan PLTU captive dihentikan, dekarbonisasi industri nikel bisa tercapai pada 2034–2035. Strategi produksi terbatas dengan pembatasan kapasitas produksi, diversifikasi RKAB Nikel dan perlindungan 733 ribu hektar hutan primer akan memperpanjang umur cadangan nikel hingga 2050-an, serta resiko stranded asset PLTS berkurang. Kebutuhan energi juga akan turun secara signifikan, serta menjaga daya dukung lingkungan.