Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur nilai ekonomi dari hutan yang meliputi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya untuk melihat ancaman dari kegiatan pertambangan nikel di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Sulawesi Tengah merupakan salah satu pusat cadangan nikel dunia, salah satu bahan penting dalam komponen penyusun baterai kendaraan listrik. Di sisi lain, Sulawesi juga dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia. Kabupaten Morowali sebagai tumpuan PDRB Sulawesi Tengah, menghadapi tekanan besar dari ekspansi pertambangan nikel untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kawasan industri nikel seperti Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP).
Studi ini menggunakan data sekunder yang meliputi informasi sumber daya alam hutan, data spasial tutupan hutan, data perizinan pertambangan nikel, guna mengidentifikasi potensi kerugian akibat aktivitas pertambangan. Penilaian dilakukan melalui pendekatan valuasi ekonomi yang meliputi nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung, nilai pilihan, nilai keberadaan, dan nilai warisan, untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh hilangnya fungsi ekosistem hutan.
Hasil studi menunjukkan bahwa nilai ekonomi dari ekosistem hutan di Kabupaten Morowali sebenarnya dapat melampaui Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Morowali Tahun 2023, dengan selisih hingga 45%. Komponen terbesar dari nilai tersebut berasal dari nilai manfaat tidak langsung yaitu fungsi hutan sebagai serapan karbon. Analisis juga menemukan bahwa sekitar 38,85% dari nilai ekonomi hutan, setara Rp 1,07 triliun per tahun, terancam hilang karena telah dibebani oleh konsesi tambang nikel. Selain itu, ancaman perluasan perizinan tambang nikel ke depan dapat menambah kerugian mencapai Rp 568 miliar per tahun.
Studi ini menegaskan bahwa ekosistem hutan memiliki nilai ekonomi yang sangat besar bila dikuantifikasi. Jika tren eksploitasi masif tidak dikoreksi agar lebih berpihak pada keberlanjutan, Morowali terancam menghadapi krisis sosial-ekologis yang tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga kesejahteraan masyarakat lintas generasi. Rekomendasi utama dari studi ini antara lain: pemerintah moratorium dan melakukan peninjauan ulang seluruh perizinan terkait pertambangan yang berada di ekosistem hutan primer dan area keanekaragaman hayati penting; integrasi valuasi lingkungan dalam kebijakan fiskal daerah; penguatan tata kelola sumber daya alam yang transparan, partisipatif, inklusif, dan berkelanjutan.