
Pulau Sulawesi dikenal sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati dan endemisitas tinggi, termasuk satwa kunci seperti anoa, maleo, dan julang Sulawesi. Di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, PT Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG) tengah mengembangkan kawasan industri nikel seluas lebih dari lima ribu hektar, dengan rencana ekspansi hingga dua puluh ribu hektar. Pengembangan kawasan industri ini berada di lansekap yang kompleks, terdiri dari hutan sekunder, hutan ultrabasa, pesisir, mangrove, serta perbukitan karst yang menyimpan jaringan gua dan sumber air penting bagi masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah rencana pengembangan PT BTIIG masih terdapat sedikitnya 58 jenis tumbuhan dan 64 jenis satwa liar yang berhasil diidentifikasi, termasuk spesies endemik dan terancam punah. Wilayah ini juga memiliki nilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) seluas 3.945 hektar atau lebih dari setengah total areal PT BTIIG. Nilai konservasi tersebut mencakup habitat spesies dilindungi, ekosistem langka seperti hutan ultrabasa dan karst, wilayah penting bagi tata air dan pengendalian erosi, serta area yang menjadi sumber penghidupan masyarakat lokal dan adat Wana. Temuan ini menegaskan bahwa sebagian besar wilayah rencana pengembangan kawasan industri BTIIG berada tepat di atas lanskap yang sangat penting dari perspektif ekologi maupun sosial budaya.
Pengembangan kawasan industri nikel dan penambangan di sekitar kawasan ini telah memicu kerusakan hutan, mangrove, dan gua purbakala, sekaligus mengancam jasa lingkungan yang menopang kehidupan masyarakat. Sungai-sungai yang selama ini dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih, bercocok tanam, dan perikanan rakyat berisiko tercemar limbah industri. Spesies kunci seperti maleo juga semakin tertekan jika pengembangan kawasan indsutri dan tambang ke arah habitat mereka terus berlanjut. Di sisi lain, masyarakat lokal, termasuk komunitas adat Wana, menghadapi tekanan sosial berupa kriminalisasi dan konflik agraria yang berkaitan dengan penguasaan tanah.
Laporan ini merekomendasikan agar area dengan nilai konservasi tinggi di kawasan BTIIG segera ditetapkan sebagai areal preservasi permanen; dengan tetap menghormati masyarakat adat/lokal yang telah lama bermukim dan bergantung di wilayah tersebut. BTIIG wajib menyusun strategi perlindungan spesies kunci, ekosistem penting, dan pengelolaan limbah yang aman. Pemerintah pusat dan daerah perlu meninjau ulang luasan rencana pengembangan kawasan industri BTIIG dan memastikan keterlibatan penuh masyarakat lokal dan adat melalui mekanisme Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).
Perlindungan keanekaragaman hayati di Morowali tidak hanya penting bagi masyarakat setempat, tetapi juga bagi pencapaian komitmen Indonesia dalam strategi nasional keanekaragaman hayati (IBSAP 2025–2045) dan target iklim global melalui FOLU Net Sink 2030. Tanpa intervensi yang tegas, ekspansi industri nikel berpotensi mempercepat hilangnya biodiversitas unik Sulawesi, merusak keseimbangan ekosistem, serta menggagalkan pencapaian target iklim dan konservasi nasional.