Jakarta, 27 Mei 2025 —
Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) secara resmi meluncurkan laporan berjudul “Mobil Bersih, Nikel Kotor: Rantai Pasok Nikel Indonesia-Tiongkok-Jerman untuk Baterai Kendaraan Listrik” pada 15 Juli 2025. Studi ini memetakan aktor-aktor dalam rantai pasok nikel untuk baterai kendaraan listrik (EV), serta mengungkapkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia di industri nikel Indonesia.
AEER mendorong produsen-produsen mobil listrik Jerman yang menggunakan nikel dari Indonesia untuk melakukan uji tuntas rantai pasok kendaraan listrik berbasis nikel. Melalui pendekatan critical legal studies dan HAM, studi menekankan bahwa berdasarkan Germany Supply Chain Due Diligence Act (Undang-Undang Uji Tuntas Rantai Pasokan Jerman), EU Corporate Sustainability Due Diligence Directive (Arahan Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan Uni Eropa), dan EU Battery Regulation (Regulasi Baterai Uni Eropa), AEER menekankan bahwa aktor-aktor di hilir rantai pasok nikel di Jerman tersebut memiliki kewajiban untuk mencegah kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM dalam rantai pasok nikelnya.
Sisi gelap industri nikel sudah tak bisa lagi disembunyikan. Beberapa kasus yang menjadi perhatian dalam diskusi publik ini mencakup:
Respon langsung terhadap studi AEER ini disampaikan oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM, Huayou Indonesia dan Energy Shift Institute.
Anis Hidayah selaku Ketua Komnas HAM, menyoroti bahwa topik bisnis dan HAM masih memiliki tantangan yang banyak, berlapis. “Dari negara masih belum menyediakan kebijakan yang komprehensif, mekanisme pengawasan yang sporadik. Padahal faktor ini paling penting, bagaimana memastikan, bahwa HAM dalam bisnis membutuhkan satu mekanisme pengawasan yang memadai. Tanpa itu, setiap hari kasus yang sama akan berulang. Sesungguhnya peran multi pihak sangat dibutuhkan, diskusi peluncuran laporan hari ini, meskipun minus pemerintah, perlu diperbanyak, karena peran multi pihak menjadi salah satu pilar penting untuk memastikan tiga pilar dalam Bisnis dan HAM dapat berjalan beriringan terutama dalam memastikan tanggung jawab negara dan pemulihan bagi korban,” ujarnya.
Sementara, Putra Adhiguna selaku Managing Director dari Energy Shift Institute, menekankan bahwa penting bagi semua stakeholder untuk mencari titik temu di antara topik yang kompleks di industri nikel Indonesia dan pasar global. Putra menyoroti bahwa daya tawar (nikel) Indonesia belum tampak dan seharusnya meningkatkan standar-standar produksi nikel yang bertanggung jawab untuk dapat berkompetisi internasional. “Apapun yang terjadi di seluruh rantai pasok nikel harus tetap accountable dan akan di-trace sampai ujungnya”. Selain standar-standar HAM dan lingkungan, nikel Indonesia juga harus memperhatikan perkembangan teknologi dan waktu, sehingga memiliki urgensi untuk berubah.
Stevanus, Direktur of Public Affairs Huayou Indonesia menyambut baik laporan yang telah dihasilkan AEER. “Huayou senantiasa terbuka dengan setiap masukan dan berusaha mengakomodir semua masukan demi terciptanya suatu industri yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menanggapi adanya gap antara harapan untuk rantai pasok nikel yang bertanggung jawab dengan fakta di lapangan, dalam peluncuran laporan ini, Anto Sangadji, Penulis Laporan sekaligus Anggota Dewan Board AEER menyampaikan “Pemerintah harus bisa secara tegas mengendalikan proses ekspansi dari teknologi HPAL, bukan menghentikan sama sekali, tapi harus dilakukan dengan cara yang lebih bertanggung jawab agar pengembangannya bisa diatur dan dikendalikan.”
Pradnya Paramarini, Penulis Laporan (AEER) turut menyampaikan “Penelitian ini penting saat ini, mengingat ambisi global pada kendaraan listrik sedang berkembang, walaupun disertai kontradiksi tentang praktek kotor menyangkut lingkungan dan HAM. AEER menghimbau keselamatan publik harus menjadi pertimbangan utama, tidak ada pihak pihak yang terpinggirkan atas nama profit atau kepentingan pihak-pihak tertentu. Penting untuk melakukan kajian multi pihak yang melibatkan pemerintah, korporasi, CSO, dan Media untuk meninjau apakah pembatasan produksi nikel ini diperlukan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat.”
Menurut Linda Dewi Rahayu, Penulis Laporan sekaligus Policy Analyst, “Saat berbicara tentang pelanggaran hukum dan HAM juga akan membicarakan dampaknya pada manusia dan ekologi, lebih dari sekedar perbaikan regulasi. Laporan riset yang dihasilkan berpihak pada masyarakat etnis, dan lingkar tambang, petani dan buruh yang suaranya sering tidak terdengar, harapannya riset ini dapat dijadikan bahan evaluasi tidak sekedar meminimalisir tapi juga menghentikan berbagai pelanggaran dan menghasilkan kebijakan yang memikirkan rakyat.”
Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat berjuang memperluas ruang demokrasi dalam pengelolaan SDA berkelanjutan & membangun kesadaran ekologi politik rakyat.
Copyright 2025 © All Right Reserved Design by Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat