Merespons IPCC AR 6 Synthesis Report: Indonesia Harus Mengambil Langkah

Source: Unsplash.com

Merespons IPCC AR 6 Synthesis Report: Indonesia Harus Mengambil Langkah

Siaran Pers

Jakarta, 21 Maret 2023 – The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) meluncurkan laporan mengenai kondisi iklim secara global atau IPCC AR6 Synthesis Report pada 20 Maret 2023. Laporan itu merekap tiga laporan yang telah dikeluarkan sebelumnya pada Agustus 2021, serta Februari dan April 2022. Ketiga laporan itu membahas dampak krisis iklim, cara beradaptasi, dan kerentanan yang diakibatkan. Termasuk cara memitigasi krisis iklim agar tidak berdampak lebih buruk lagi.


Peneliti Iklim dan Energi Meiliana Auranda menilai selama ini target dan kebijakan iklim Indonesia secara keseluruhan masih sangat tidak memadai”. Pasalnya, selama ini kebijakan dan komitmen iklim Indonesia tidak konsisten dengan batas suhu 1,5°C yang tercantum dalam Perjanjian Paris. Alih-alih menurunkan emisi, Indonesia justru mengalami peningkatan.


Peningkatan ini diakibatkan oleh kapasitas batu bara yang menyumbang 61% pembangkit listrik dan diproyeksikan akan terus meningkat hingga 2027, dan akan mencapai 64% pada tahun 2030 di bawah rencana sektor kelistrikan saat ini. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menargetkan energi terbarukan mencapai 23% dari pembangkit listrik pada tahun 2030. 


“Kebijakan iklim Indonesia gagal menempatkan negara ini menggunakan potensi energi terbarukan yang sangat besar. Karena saat ini energi terbarukan hanya menyumbang 13,5% dari bauran pembangkit listrik pada tahun 2021, Indonesia perlu membuat kemajuan substansial di sektor ini untuk memenuhi target 23% energi terbarukan pada tahun 2025.Gap yang harus dicapai sekitar 2 tahun terakhir yaitu 9,5% lagi,” tutur Aura, sapaan akrabnya. 

Menurutnya, meski telah ada beberapa perbaikan pada peraturan energi terbarukan, tetapi kebijakan untuk mendukung pembangunan rendah karbon di Indonesia harus disesuaikan agar dapat mewujudkan potensi mitigasi sepenuhnya. Salah satu dampak dari perubahan iklim yang sangat berpengaruh dalam sistem atmosfer yaitu cuaca ekstrem dan gelombang panas (heat waves). Saat iklim bumi menghangat, terhitung setiap 1 derajat (Celcius) pemanasan akan bertambah 7% kelembaban. Kelembaban tambahan itu berkontribusi pada curah hujan yang lebih tinggi. Bahkan, pemanasan global membuat peristiwa hujan deras hingga banjir 1,2 hingga 9 kali lebih mungkin terjadi,” paparnya.


Sementara itu, Peneliti Keuangan Iklim dan Energi Lilia Purnamawati mengungkapkan dalam IPCC AR6 Synthesis Report 2023, keuangan global saat ini tidak cukup cepat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, terutama di negara-negara berkembang. IPCC menilai aliran dana untuk memenuhi tujuan iklim masih kurang di semua sektor dan wilayah. Bahkan, aliran dana publik dan swasta untuk bahan bakar fosil masih lebih besar daripada mitigasi perubahan iklim. IPCC menyebutkan bahwa bahwa dampak iklim dapat membatasi ketersediaan sumber daya keuangan, menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, mengakibatkan tingkat kerugian dan kerusakan yang lebih tinggi dan dengan demikian dapat meningkatkan hambatan keuangan. “Peningkatan kemampuan pembiayaan hijau khususnya pembiayaan energi terbarukan dapat mempercepat proses adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Pemerintah dapat mewujudkan enabling environment dengan memberikan kebijakan yang memudahkan para Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan investor untuk melakukan pembiayaan hijau sehingga pihak swasta dapat meningkatkan portofolio hijau. Di Indonesia, terdapat LJK yang salah satu pemegang sahamnya pemerintah, yaitu Bank BUMN yang diharapkan menjadi katalisator dalam peningkatan pembiayaan proyek hijau,” tutur Lilia.

 

Menurut Lilia, selama ini LJK di Indonesia, khususnya perbankan masih harus meningkatkan pembiayaan hijau terutama pembiayaan dalam bidang energi terbarukan. Hal tersebut demi mendukung target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia adalah sebesar 23 persen pada 2025. Sedangkan, jumlah pembiayaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) berdasarkan laporan Kementerian ESDM pada akhir tahun 2022 hanya mencapai Rp 23,6 triliun dari target yaitu Rp 60,61 triliun. Indonesia hanya berhasil memenuhi 38,94% dari capaian target pembiayaan EBTKE di tahun 2022. Pada tahun 2023 target pembiayaan EBTKE Indonesia diturunkan menjadi sebesar Rp 27,6 triliun, walaupun target Indonesia diturunkan, Indonesia harus tetap meningkatkan investasi energi terbarukan melebihi target untuk memenuhi target bauran EBT di Indonesia di tahun 2040.


Lebih jauh, Juru Kampanye Kebijakan Biodiversitas Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Angga Saputra mengungkapkan dalam laporan IPCC, kenaikan konsentrasi gas rumah kaca secara kuat dan cepat membuat temperatur suhu bumi terus meningkat. Kenaikan suhu pada periode 2016-2035 dibandingkan dengan 1986-2005 berada pada kisaran 0.3°C sampai 0.7°C. 

Ia menilai risiko kenaikan suhu yang mencapai 1-2°C secara global akan berdampak pada keanekaragaman hayati dan juga ekonomi dunia. Kehilangan keanekaragaman hayati secara besar-besaran otomatis menjadi kehilangan sumber daya dan peran lingkungan hingga akan menambah kenaikan suhu yang dapat mencapai 3°C. Kenaikan suhu awal sudah berdampak besar terhadap keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan yang memicu kerusakan tambahan akibat kehilangan keanekaragaman hayati. 


“Perubahan iklim akan berdampak pada curah hujan dan perubahan suhu yang mengakibatkan kelimpahan flora dan fauna akan berubah, tergantung pada respon spesies terhadap perubahan. Perlunya mitigasi serta penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan ekspansi industri tinggi emisi seperti batu bara perlu dihentikan sebagai upaya mengurangi dampak kehilangan biodiversitas sebagai akibat dari perubahan iklim,” tutur Angga.


Terlebih, adanya aktivitas mitigasi memiliki efek yang luar biasa terhadap grafik kenaikan suhu yang menyebabkan konsentrasi berlebihan gas rumah kaca yang ada di atmosfer. Mitigasi dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi energi yang melepaskan gas rumah kaca, mengurangi pasokan energi fosil, dan memperkaya area penyerapan karbon berdasarkan penggunaan lahan.

Share this article :

Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat berjuang memperluas ruang demokrasi dalam pengelolaan SDA berkelanjutan & membangun kesadaran ekologi politik rakyat.

Ikuti kami di sosial media!

Informasi & Kontak

Copyright 2024 © All Right Reserved Design by Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat