Isu perubahan iklim dan transisi menuju energi yang terbarukan sedang menjadi salah satu isu yang diprioritaskan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Berbagai upaya mulai dilakukan dalam rangka menurunkan emisi. Salah satu solusi yang sekarang sedang menjadi tren adalah penggunaan kendaraan listrik, sebab sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang paling bergantung pada bahan bakar berbasis fosil (fossil fuels). Menurut Indonesia Climate Transparency Report, sektor transportasi menyumbang 27% dari total emisi Indonesia pada tahun 2019, setara dengan sektor energi. Pada tahun 2021, total emisi yang dihasilkan oleh sektor transportasi di Indonesia mencapai 135 metrik ton, dengan rata-rata kenaikan per tahunnya sebesar 5.94%.
6 juta unit mobil listrik terjual, dimana angka tersebut naik 110% dari tahun sebelumnya. Implikasi dari kenaikan ini adalah juga naiknya permintaan akan konsumsi nikel, sebab nikel merupakan salah satu komponen baterai yang digunakan dalam mobil listrik. Menurut penelitian Wood Mackenzie (2020), konsumsi nikel baterai di tahun 2019 mencapai 162 kiloton. Konsumsi ini diperkirakan meningkat hingga 265 kiloton pada tahun 2025 (menjadi 165%) karena peningkatan permintaan nikel untuk baterai mobil listrik.
Sebagai negara dengan cadangan terbesar nikel di dunia, Indonesia memainkan peran sentral dalam pasar mobil listrik. Cadangan nikel Indonesia sebesar 30% dari total cadangan nikel dunia sebesar 21 juta ton. Daerah dengan cadangan nikel terbanyak adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi tengah, Sulawesi Selatan, maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Kelimpahan sumber daya ini menarik berbagai investasi internasional. Contohnya, wilayah industri nikel terbesar di Indonesia, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi, telah mendapatkan investasi sebesar 18 Miliar USD selama 4 tahun terakhir.
Meskipun digadang-gadang menjadi “green metal” atau sumber energi yang hijau, dampak lingkungan dari produksi nikel tidak bisa disepelekan. Saat ini, pencemaran perairan akibat pembuangan limbah logam berat telah menjadi isu besar yang menjadi perhatian para pemerhati lingkungan. Industrialisasi yang cepat terbukti telah berdampak buruk pada kualitas perairan di seluruh dunia (Praveena et al. 2013). Penelitian dari Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER) yang akan disajikan dalam bagian berikutnya juga menemukan beberapa dugaan pencemaran yang mengkhawatirkan bagi masyarakat di kawasan IMIP.
Penting agar pemenuhan kebutuhan baterai berbasis nikel harus tetap mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Sebab, pada akhirnya, baik itu permasalahan iklim atau kondisi ekonomi yang dihasilkan oleh investasi–dampak dari keduanya akan paling dirasakan oleh masyarakat lokal. Bagian selanjutnya akan membahas mengenai berbagai permasalahan dan rekomendasi kebijakan, terutama terkait pembuangan limbah hasil kegiatan pertambangan nikel.
Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat berjuang memperluas ruang demokrasi dalam pengelolaan SDA berkelanjutan & membangun kesadaran ekologi politik rakyat.
Copyright 2024 © All Right Reserved Design by Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat