Jakarta, 27 Juni 2024 – Perusahaan bahan kimia Jerman, Badische Anilin Soda Fabrik (BASF), dan perusahaan tambang Perancis, Eramet, mundur dari investasi bernama proyek Sonic Bay dikarenakan adanya perubahan kondisi pasar nikel. Kendati perusahaan menggunakan alasan perubahan pasar nikel global, Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) melihat persoalan lingkungan dan sosial turut menjadi pertimbangan investor luar negeri. Terlebih dengan diberlakukannya berbagai aturan internasional di antaranya Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD) yang secara ketat memastikan operasi perusahaan untuk menghormati hak asasi masyarakat (HAM) dan lingkungan hidup.
Pius Ginting menyatakan bahwa BASF dan Eramet tentu tidak ingin bila investasi besar mereka senilai 42,64 triliun dalam proyek Sonic Bay nantinya justru menimbulkan reputasi buruk dalam hal lingkungan dan sosial. Pada April 2024, Uni Eropa menyetujui CSDDD, aturan yang mewajibkan perusahaan asal Eropa untuk menghormati hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan di seluruh rantai pasok mereka (pasal 5).
CSDDD mencakup beberapa hal penting terkait aspek sosial dan lingkungan hidup, antara lain: penghormatan terhadap hak-hak dasar pekerja, sebagaimana diatur dalam standar-standar ketenagakerjaan utama Organisasi Perburuhan Internasional (ILO); penghormatan terhadap hak asasi manusia, seperti kebebasan dan keamanan pribadi, kesetaraan di hadapan hukum, privasi, layanan dasar serta rekreasi dan waktu luang; perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistem; perlindungan kualitas air dan kualitas udara; perlawanan terhadap perubahan iklim, seperti emisi gas rumah kaca, polusi atau rusaknya keanekaragaman hayati dan ekosistem.[1]
Berdasarkan Lampiran CSDDD Bagian 1, angka 15, disebutkan bahwa perusahaan dilarang menyebabkan degradasi lingkungan yang dapat diukur, seperti perubahan tanah yang berbahaya, polusi air atau udara, emisi berbahaya, konsumsi air yang berlebihan, degradasi lahan, atau dampak lain terhadap sumber daya alam, seperti penggundulan hutan.
Terkait dengan situasi perubahan iklim, Pasal 22 CSDDD mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi dan melakukan upaya terbaik untuk memerangi perubahan iklim. Sementara itu berdasarkan data Global Energy Monitor (GEM), sumber energi di kawasan IWIP disuplai dari PLTU batubara, setidaknya yang telah beroperasi sebesar 3.150 MW.[2]
Dalam perkembangannya, kegiatan pertambangan PT Weda Bay Nickel masuk ke ruang hidup suku O’Hongana Manyawa, Halmahera, Maluku Utara. Selain itu, warga sekitar kehilangan sumber air bersih akibat sungai alami telah tercemar.
AEER mendesak Eramet Group dan Tsingshan Holding Group untuk perbaiki praktik-praktik industri nikel di Halmahera Tengah. Karena, kedua perusahaan tersebut menguasai 90% saham Weda Bay Nickel (WBN) yang berlokasi di Kawasan Industri Weda Bay (IWIP). Prancis, China, dan Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO 169, berbeda halnya dengan Jerman sebagai negara asal BASF, sebagai wujud melakukan upaya terbaik dalam penambangan perlu menerapkan hak-hak komunitas termasuk perlindungan hutan sebagai ruang hidup komunitas O’Hongana Manyawa.
[1] https://www.europarl.europa.eu/doceo/document/TA-9-2024-0329_EN.html#top
Copyright 2024 © All Right Reserved Design by Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat